Suasana Tawaf di pelataran Kabah (Minggu, 2/6/2019) sekitar pukul 07.00 waktu Saudi. Ramai dan padat. |
Salah satu sudut Masjidil Haram. Namanya, Multazam. Posisinya antara sudut Hajar Aswad dan pintu Kabah. Multazam, disebut sebagai salah satu lokasi berdoa yang afdol. Tempat bercurah-curah berkah.
Saya menggandeng tangan istri. Setiap kali selesai Tawaf. Lalu, saya "letakkan" dia pada posisi paling nyaman. Persis menghadap Kabah. Alhamdulillah. Beberapa kali lolos dari saling seruduk.
Di tempat inilah, kami memantaskan diri. Merendah, serendah-rendahnya. Mengagungkan Asma Allah. Berhasrat melepas semua dosa-dosa. Teriring doa dan harapan, agar anak dan cucu serta kawan-kawan, segera bisa mengunjungi tempat ini.
Cucuran airmata, meleleh. Membawa pesan: "Dosaku menumpuk. Salahku masih setumpuk. Dengan segala kemampuan, terus memohon. Meminta kebaikan. Tuhan Maha Rahman". Mata saya. Mata istri saya, lebam di Masjidil Haram.
Saya menoleh ke kanan. Melihat ke kiri. Menengok ke belakang memerhatikan wajah orang lain. Sorot lampu yang terang benderang, bisa menangkap kesan mendalam. Mereka pun sama. Matanya juga pada lebam.
Bulan Ramadan penuh rahmat dan ampunan -lebih-lebih berada di Masjidl Haram. Tumpah ruah segala rasa. Merajuk memohon ampunan. Menurut para khatib dan mubaligh, inilah bulan mulia. Satu kesempatan emas, sehingga kita ingin sepanjang tahun, seluruhnya menjadi bulan Ramadan.
Tetapi tidak dengan sendirinya permohonan yang baik dikabulkan, sejauh ia berguna bagi kita. Percayalah. Tidak mungkin tidak permohonan itu, insyaAllah dikabulkan, diterima.
Jangan lewatkan waktu-waktu indah bersama Allah di Masjidil Haram. Tentunya dengan berdzikir laa ilaaha illallah secara terus menerus, akan lebur segala dosa."
Selama ini kita mengenal bermacam-macam permohonan. Dari sekian banyak itu, memohon ampunan menduduki peringkat pertama. Masuk akal, sebab sebagai manusia semakin menyadari. Memiliki segala keterbatasan. Bahkan, seorang nabi dan Rasul -tak terkecuali, memohonan ampunan berkali-kali, lebih banyak lagi.
Puasa bulan Ramadan 1440 H berada di ujung pintu penghabisan. Tinggal menunggu hitungan jam menuju pada babak akhir. Mungkinkah tabungan puasa kita yang telah "menumpuk" dari tahun ke tahun itu sudah cukup kuat mengetuk pintu surga?
Telaga Manusia
Hari Minggu (2/6/2019) dini hari saya masuk Kota Mekkah. Satu jam lagi tiba waktu Subuh. Empat belas orang rombongan "Umrah Mudik 1440 H" PT Manaya Indonesia sudah mengenakan kain ihram untuk melaksanakan Rukun Umrah, yakni Tawaf dan Sai. Setelah sahur dan shalat subuh kami menahan diri. Menunggu arus balik jamaah keluar terlebih dahulu. Menjaga agar tidak benturan.
Sesaat kemudian baru berani masuk. Petugas memberikan jalan masuk bagi jamaah yang akan turun. Baik di pelataran Kabah maupun lokasi Sai sangat padat. Terpaksa harus berjalan pelan-pelan. Setapak demi setapak.
Di seputaran Kabah terlihat jamaah duduk beriktikaf. Pemandangan cukup menarik. Kalau dilihat dari kejauhan mirip telaga manusia. Mereka khusyuk berdoa. Tangan diangkat, menengadah. Seolah-olah mengetuk pintu yang diidam-idamkan.
Begitulah, ramainya Masjidil Haram di Tanah Suci. Ratusan ribu umat Muslim dari segala penjuru dunia berbondong-bondong, memasuki pintu Babussalam berbaur bersama jamaah lainnya. Wajah para jamaah, terlihat ada yang dari negara Eropa, Asia, Afrika, dan Amerika.
Umumnya mereka berebut tempat di Multazam. Bergeser ke Hijir Ismail, menuju ke tempat berdirinya Nabi Ibrahim ketika membangun Kabah.
Sejauh mata memandang. Di 'area' Multazam jamaah beristighfar, meminta keringanan dosa. Seperti hendak meratakan jalan kebaikan bagi jiwa kita menuju ampunan yang amat didambakan.
Ya, memang. Kita harus bersibuk dengan Allah. Dengan bersibuk bersama Allah, niscaya Allah akan memberikan jalan untuk segera melupakan segala dosa. Kita merasa enteng beribadah. Sebisa-bisanya kita tidak melewat waktu-waktu yang indah bersama Allah di Masjidil Haram.
Sebelum berangkat Umrah Ramadan, ada pesan WhatsApp seorang kawan. Saya sama sekali tidak menyangka. Saya tidak pernah bercerita hendak berangkat umrah. Tetapi kalimat WA yang disampaikan, seolah-olah dia dapat membaca rencana saya. Saya yakin, ini skenario dari Allah.
"InsyaAllah Mas Arifin dan istri mabrur, kalau sekarang lagi ibadah di tanah suci. Aamiin. Sekalian nitip doakan saya yo, Mas" tulis Agus Setyabudi, seorang fotografer salah satu majalah ternama di Jakarta.
Akhirnya saya harus berterus terang. Saya ceritakan, WA Anda ini "nyetrum". Berceritalah saya, kalau tanggal 1 Juni hingga 13 Juni 2019 memang ada rencana berumrah. Dia mengirimi beberapa link berita. Sepintas saya baca, berisi keutamaan Umrah Ramadan.
Agus, menutup WA-nya dengan satu permintaan khusus. Titip sebuah doa. Doa yang cukup bagus:
"Mas doakan pula bangsa ini tentrem adhem ayem, binerkah karaharjan maturah turah (aman damai tenteram, sangat makmur dan berlimpah kesejahteraan). Jauhkan dari tangan tangan kotor, demi anak cucu dan keturunan kita kelak. Biar tetap berpegang tali keimanan, dan jaya dalam keislaman."
Di depan Kabah. Ke hadapan Allah, harus banyak doa dipanjatkan. Berupaya mengetuk pintu surga di sudut Masjidil Haram.
Dikirim dari Rayana Hotel, Mekkah al-Mukaromah
0 Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Emoji