Menatap Baitullah, Hatiku Bergetar

Semangat gotong royong Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing antar Jemaah Haji Khusus 2018 Manaya Indonesia yang langsung berangkat Umrah setibanya di Mekkah.

Seorang Mubalig dari Surabaya pernah menyampaikan tausiah, "Siapa pun orangnya, sebengal kelakuannya, sekeras apapun tingkah lakunya, apabila sudah berada di depan Baitullah, dia bakal luluh hatinya. Iris kuping saya kalau dia tidak menangis".

Ungkapan tersebut menggambarkan betapa besar pengaruh Baitullah. Pesonanya luar biasa, sehingga membuat semua orang tergetar hatinya. Tak dapat dihindari butir-butir airmata menetes tanpa disadari. Saking hebatnya, Mubalig tersebut berani bertaruh.

Apalagi pada musim haji seperti sekarang ini. Ribuan manusia berjalan tertib mengelilingi Baitullah atau Kabah, sebuah bangunan mungil berbentuk kubus di tengah komplek Masjidil Haram.

Arus manusia mirip gelombang laut. Nyaris tidak pernah berhenti sepanjang putaran waktu, 24 jam. Datang silih berganti tanpa komando resmi, juga tanpa ada pengaturan. Sambil melantunkan puji-pujian kebesaran asma Allah Sang Pencipta Alam Semesta, mereka memutar, meliuk-liuk, dan kembali menyatu.

Itulah sekilas gambaran prosesi tawaf, yakni ritual mengelilingi rumah Allah yang namanya Baitullah. Gerakan berputar sebanyak tujuh kali dalam posisi berjalan ke arah kiri atau berlawanan dengan arah jarum jam. Berangkatnya di mulai dari garis "lampu hijau" dan berakhir di tempat yang sama, sudut Hajar Aswat. Begitu seterusnya. Sepanjang pagi-siang-malam-subuh hingga kembali ke pagi hari berikutnya.

Apabila sudah melaksanakan tawaf, para jemaah keluar lalu mencari tempat strategis di dekat Kabah untuk melaksanakan shalat sunah. Tempat strategis itu berada satu jalur, segaris lurus ke arah Multazam. Posisi Multazam sendiri berada di antara sudut Hajar Aswat dan pintu Kabah. Di sini tempat berdoa paling makbul dibandingkan lokasi mana pun di Masjidil Haram. Di sini tempat paling tepat menatap Baitullah. Di saat menatap itulah seketika jemaah berubah wajah, lalu menangis.

Orang pergi haji dengan niat tulus dan ikhlas tak akan pernah ada bosannya tawaf mengelilingi Baitullah, meskipun secara fisik sebenarnya cukup melelahkan. Namun rasa lelah itu lenyap seketika begitu merasakan dekat dengan-Nya. Pupus sudah segala penat di dalam raga.

Sentralnya posisi Baitullah dalam ibadah haji dan umrah menyebabkan tidak sedikit jemaah yang mengukir keinginan: ingin kembali ke Mekkah.

Semula, sebelum menunaikan ibadah haji dan berhadapan langsung dengan Baitullah, saya merasa heran. Mengapa jemaah haji sepulang dari Tanah Suci selalu mengemukakan keinginannya agar dapat kembali ke Mekkah. Berhaji lagi atau paling tidak ibadah umrah.

Tetapi itulah faktanya. Ketika semua orang (termasuk saya) sudah berhadapan langsung dengan Baitullah, Masya Allah, Subhanallah...meluaplah segala emosi. Semua rasa tumpah tak terbendung. Tidak bisa dilukiskan melalui kata-kata.

Sulit dipungkiri bahwa Baitullah memiliki aura magis luar biasa. Karena itu, setelah meninggalkan Tanah Suci dan kembali ke Tanah Air, masuk akal selalu terbersit rasa rindu, ingin kembali menatap langsung Baitullah.

Jangan Menyerah
Perjalanan haji selalu membawa kenangan. Di sisi lain, ibadah haji juga meninggalkan kesan mendalam. Kesan mendalam itu ketika mereka sedang berpamitan kepada kerabat dekatnya, mohon dimaafkan atas segala kesalahannya. Lalu kenangan yang dibawa ketika pulang mereka menyampaikan rasa syukur, selama perjalanan ibadah haji dari dan tiba kembali ke tanah air dengan selamat.

"Ibadah haji mengajarkan kebersamaan, perjuangan dan semangat pantang menyerah". Pesan singkat tersebut dikirim oleh Mukharam Khadafy, Direktur Biro Perjalanan Haji dan Umrah PT. Manaya Indonesia Trour & Travel".

Ustadz Khadafy, demikian dia biasa disapa, sebagaimana tahun sebelumnya, pada musim ini melayani jemaah "Haji Khusus 2018/1439 H". Secara kebetulan saya ikut mengantar keberangkatan  para jemaah PT Manaya sejak dari Surabaya sampai Jakarta. Selebihnya, setelah mereka terbang menuju Tanah Suci, hanya memperoleh informasi melalui WA.

Sejumlah foto semenjak berada di atas pesawat hingga kedatangan mereka di Tanah Suci selalu update. Termasuk ketika sudah melaksanakan tawaf umrah dan Sa'i di bukit Shafa. Sepanjang perjalanan menuju Armina dan yang terbaru ketika melaksanakan puncak haji yakni Wukuf di Arafah, saya terus memperoleh kiriman foto.

Melihat rombongan mengenakan seragam batik hijau toska dan ungu muda dengan motif bunga yang bagian tengahnya bertuliskan "Indonesia" sangatlah elok. Desain terbaru batik haji tersebut secara keseluruhan memang diambil dari ornamen-ornamen kepulauan seperti bunga raflesia, dan tanaman rambat dari bagian timur Indonesia.

Rombongan Haji Khusus PT Manaya Indonesia mengenakan seragam Batik Nasional jemaah Indonesia.

Alhasil, selama mencermati rombongan Manaya berada di Tanah Suci, seolah-olah saya ikut merasa hadir di tengah jemaah Indonesia.

Faktor "kebersamaan" memang menjadi semacam kekuatan Manaya Indonesia Tour & Travel. Antara satu orang jemaah dengan jemaah yang lain terlihat gotong royong. Berat sama dipikul, ringan sama-sama dijinjing. Itulah maka, banyak atau sedikit orang bukan halangan. Selama beribadah jemaah mempunyai semangat saling berbagi.

Bulan Februari-Maret 2018 saya pergi umrah dan ziarah ke Palestina mengikuti program Manaya Indonesia. Sepuluh orang dari Surabaya umrah ke Tanah Suci lanjut ke Palestina. Sepuluh orang lagi, dari Bandung ikut umrah ikut paket tour sampai di Mesir. Mereka tidak ikut ke Palestina. Berikutnya sepuluh orang tidak ikut umrah, langsung berangkat dari Surabaya dan bertemu di Mesir untuk selanjutnya menuju Palestina. Jadi, ada manuver tiga kelompok, sekitar 30-an orang semuanya berjalan lancar.

Berhaji merupakan ibadah yang harus dihayati secara mendalam. Berhaji merupakan tonggak baru dalam kehidupan setiap muslim. Haji bukan sekadar ibadah, dalam arti interaksi langsung antara kita -manusia, dengan Sang Pencipta.

Ibadah haji adalah momentum silaturahim dan reuni akbar antarmanusia yang secara fisik terpisah oleh batas negara, benua, dan lautan yang luas. Masih juga dibedakan oleh warna kulit, bahasa serta tradisi.

Jika Allah menghendaki, tiada suatu kekuatan pun yang sanggup menghalangi berlangsungnya reuni akbar umat Islam sejagat itu. Apabila Allah Sang Pencipta belum "memanggil", maka hambatan apa pun menjadi tidak relevan. Terus berdoalah. Jangan menyerah!

Posting Komentar

0 Komentar